Berlangganan

Episode_Pena

Salam Pena

Sahabat semua....
Pena harus senantiasa menulis, agar pena mempunyai ketajaman pesan. Episode_Pena tempat untuk saling berbagi & menambah wawasan. Silahkan Sahabat semua memberikan saran, kritik, masukan atau 'say hello' dengan meng-klik & mengisi Buku Tamu :)

Agustus 21, 2009

Amanah Phobi ?!!! (Part 2)

AMANAH-PHOBI ≠ AMANAH-INSYA ALLOH (SIAP !!!)
”AKULAH PEMUDA ITU”
(Part 2)

Lantunan nasyid masih terdengar, menghebus gelora semangat, setelah pagi tadi lantunan surat-Nya membasahi bibir-bibir yang merindukan nur-Nya. Sungguh, semburat pagi yang harus slalu dihadapi dengan optimisme dan diawali dengan lantunan atas nama-Nya Yang Maha Rahman dan Maha Rahim.

Matahari masih bersembunyi di balik awan-awan yang tak lagi putih jernih, sapaan pagi yang menghentak untuk bersegera dalam mencari rezeki-Nya. Terpaan udara khas pagi, yang bagi sebagian orang menyebabkan ”morning-sick”. Harus bergerak, ya memang harus ! Kalau tidak, kita akan ketinggalan kereta ..............

Inspirasi itu datang ketika terhenti pada sebuah kisah tentang seorang pejuang dan pembaharu islam.........................


Seorang Syaikh membelakangi kiblat dan menghadap ke jama’ah jum’at, air mukanya jernih, kerut-kerutnya menunjukkan banyak asam garam kehidupan yang tlah beliau cicipi. Suaranya terdengar tegas, kadang lantang-menantang, kadang perlahan membuat orang yang mendengarnya bergetar hatinya dan tertunduk kepalanya.

”Sungguh usiaku tlah renta, maut seakan-akan tersenyum dan menari-nari dihadapan mataku, lalu siapakah yang akan meneruskan ’risalah perjuangan’ ini ? Dimana pemuda yang mau peduli terhadap kondisi keislaman di tanah India ini ? Ketika berbagai kemaksiatan telah merajalela di sini.”

Ada sepasang mata yang tak berkedip, takjub dan panggilan jiwanya tergerak. Ba’da jum’at, setelah para jamaa’ah pulang, maka Sang Pemuda ini menghampiri Syaikh tersebut.

”Syaikh, akulah pemuda itu”.

Dan ternyata diusianya yang baru 15 tahun, ia telah berani untuk menguatkan tekadnya dan menyatakan ikrarnya. Sungguh ikrar yang tak hanya sekedar kata, karena kemudian ia membenarkan ikrarnya dengan amal riil di lapangan.

”akulah pemuda itu”, maka kemudian selama lima tahun berikutnya ia bekali dirinya dengan ilmu-ilmu, berjam-jam ia sering membekali dirinya di perpustakaan.

Ya, Abu A’la Al Maududi, Sang Pemuda tersebut. Yang kita kenal sebagai salah satu tokoh besar mujahid dan mujadid Islam abad ini. Hingga sampai ajal menjemputnya.
Lalu, di zaman ini ketika umat Islam membutuhkan cahaya penerang ummat, adakah mereka yang mengaku diri mereka sebagai pemuda dan dengan kesadaran penuh serta kebulatan tekad, kembali menyuarakan dengan lantang ”akulah pemuda itu”.

30 Oktober 2007. 07.30 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar