Berlangganan

Episode_Pena

Salam Pena

Sahabat semua....
Pena harus senantiasa menulis, agar pena mempunyai ketajaman pesan. Episode_Pena tempat untuk saling berbagi & menambah wawasan. Silahkan Sahabat semua memberikan saran, kritik, masukan atau 'say hello' dengan meng-klik & mengisi Buku Tamu :)

Agustus 21, 2009

Aku adalah Sebuah Titik

Aku adalah Sebuah Titik

Kampus biru berdiri megah di jajaran paling selatan Universitas Negeri Adem, tepat ke arah utara kita akan melihat Gunung Tidak Bahaya-nama yang unik, karena selama ini belum ada indikator keadaan sangat kritis yang menunjukkan gunung tersebut akan meletus- berdiri dengan kokoh walaupun sedikit terhalang oleh gedung Kampus hijau.

Matahari dengan bangganya memancarkan sinar dengan suhu mencapai ± 390 C
“Fuihh…sungguh panas hari ini” tangan Nisrina mengusap titik-titik air hasil ekskresi yang dikeluarkan melalui kulit dari proses metabolisme tubuh, yang ada di dahinya.
Di rerimbunan pohon sawo kecik kaki-kakinya terhenti, kerudung putihnya melambai-lambai ditiup angin yang sekedar menumpang lewat, hisapan udara panjang disertai dengan hembusan nafas, O2 pun masuk mengisi paru-paru, menggantikan zat asam arang(1) yang telah terlampau jenuh, perlahan meliuk keluar menuju udara bebas, matanya yang putih bening dengan bola mata coklat memandang lurus dan tajam,

“Kampus biruku, ya tiga semester aku menuntut ilmu di gedung-gedung tuamu, tak hanya studi dan praktikum yang ingin ku dapatkan, tapi aku ingin lebih dari apa yang telah aku dapatkan………..ah, apologies !”
Lidahnya ia kunci, kaki-kakinya segera ia pacu, pandangan matanya nanar tertunduk, ada bening yang jatuh memberi bekas pada tanah walaupun hanya satu tetes.


The show must go on, hari-hari pun terlewati dengan berbagai aktivitas, kuliah-praktikum dan kegiatan ekstra lainnya. Ada peluh yang terasa, ada lelah yang tak menentu.
“Dulu….., SMU dengan seabrek aktivitas dan jam pelajaran padat masih bisa membagi waktu di berbagai kegiatan ekstrakurikuler, sekarang, mata kuliah hanya beberapa plus jam praktikumnya, waktu terasa tak cukup, memang kewajiban lebih banyak daripada waktu yang tersedia”.

Senyum menghiasi bibir Nisrina ketika berpapasan dengan teman-teman kuliahnya, tapi gelombang otak theta(2)-nya terus mengalir, berpikir dan berpikir…………………
“………..Kali ini aku melihat jasad-jasad hayati tanpa ada binar dimatanya, terperangkapkah kami ?”

“Lain tempat, lain kebudayaan dan kebiasaan, lain tingkat, lain lagi permasalahannya. Di sini yang tertarik dengan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) hanya beberapa persen dari jumlah mahasiswa yang ada. Hm…………mampukah ?”

Terhenti sejenak, stimulus(3) lain mengajak alur berpikirnya terus melaju sampai pada sistem perkuliahan yang sedang ia jalani,
“Mahasiswa dinina-bobokan, penyampaian materi lebih cenderung mengarah ke sistem top-down -materi transparansi- udah satu kelas bisa nyampai 60-70 orang, gimana bisa enjoy kuliah ?! Praktikum pun sampai ada yang nabrak waktu sholat……….”
Menghela nafas sebentar, otot bisep-trisep4 bagian kanan ia gerakkan walaupun tak terasa pegal,
“Dahaga, kuliah pun bak padang pasir yang merindukan sebuah oase, ah…..........terlalu men-genaralisir-kah?”

“-selamat pagi- selamat siang- gelombang suara yang sering dilantunkan para dosen. Kali ini aku melihat jasad-jasad hayati tanpa ada binar di matanya, terperangkapkah kami ?”
“Seakan ada barier-barier(5) pemisah antara mahasiswa dan dosen, kenapa harus terjadi ? Lalu dimanakah letak kesalahannya ?”

“Atau ketika duduk di kepanitiaan penerimaan maba (mahasiswa baru)-Selamat siang kawan-kawan, hidup mahasiswa ………….- dan setelah itu bahasa-bahasa yang terdengar, akan menguras energi kita untuk tidak mencerna secara instan tapi perlu proses rearbsorpsi dan filtrasi(6) terlebih dahulu. Asap rokok pun akan menjadi pollutan di ruangan yang berukuran 11 m x 5 m tersebut, semakin menambah derita paru-paru yang dipaksa kerja ekstra. Jangan ditanya luapan emosi bisa terjadi kapan saja”.

“Manusia itu paling sempurna, ya memang betul, paling sempurna kejahatannya. Semua agama itu sama, tak ada yang lebih baik. Makanya hanya orang-orang fanatik sajalah yang merasa agamanya paling benar. Apa akibatnya ? Kerusuhan atas nama agama…..”

Ada perang tak kasat mata ketika kalimat-kalimat itu menembus gendang-gendang telinga, terkombinasi dari kerja otot-otot lidah dan bibir seorang dosen. Ada yang bergolak tak setuju walaupun hanya tersimpan dalam hati. Ada yang tersenyum sinis dengan bahasa tubuh “mengiyakan” perkataan sang dosen.

“Sssst………….Nis !“ Ahra tidak melanjutkan kata-katanya, suasananya terlalu mencekam untuk mengomentari apa yang dikatakan Sang Dosen.

Nisrina menatap sosok dosen dihadapannya, dia tak ingin tertunduk tapi ia pun tak ingin mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, bahasa hatinya bertutur “Generalisasi sebuah pendapat, dia orang yang pintar, tapi belum tentu apa yang ia katakan benar, fatalnya dia seorang dosen, dirasakan atau tidak, pola pikirnya akan mempengaruhi pola pikir mahasiswa”.
“Manusia memang mahluk yang sempurna dibanding mahluk Alloh lainnya, manusia diberikan amanah untuk menjadi khalifah fil ardhi, manusia diberikan kelebihan dengan akalnya sehingga bisa memilah dan memilih jalan yang ditempuhnya, bukankah setiap orang punya kecenderungan terhadap kebaikan atau bahkan sebaliknya ?”

Hatta, ketika Nisrina berkata “ Coba kita lihat QS. Ali-Imron : 110-Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar…..-Apakah ini yang disebut fanatis? Lalu fanatis dari kacamata manakah ? dari sesuatu Yang Kekalkah ? Atau dari sesuatu yang nanti pun akan binasa ? Di sisi lain, apakah toleransi yang diberikan harus melanggar batas-batas syar’i ? Sedangkan realitas berbicara di seberang sana ada penggembala-penggembala yang dengan gencarnya melakukan gerakan-gerakan menyelamatkan domba-domba yang tersesat ? Sampai salah seorang teman kita, di kampus ini ada yang tercerabut dari kenikmatan cahaya menuju gelap”.

Maka teman-teman yang ada di sekitarnya barulah membuka mata bahwa perlu ada imunitas terhadap aqidah yang dipegang karena terlalu sangat berharga untuk digadaikan. Namun, dilain pihak masih ada teman-temannya yang akan tersenyum dan berkata “Ya, iya sih memang benar. Tapi kita udah tahu kok, yang benar itu kayak apa, so mendingan jalan sendiri-sendiri aja deh !” kalimat datar tanpa ada klimaks dan antiklimaks, membuat Nisrina tak habis berpikir.

“Kerancuan pemikiran yang terus dibiarkan pun perlu diwaspadai, bukankah tanah-tanah yang mengalami proses sedementasi (pengendapan) pun akan menjadi sebongkah batu yang besar ?”.

“Kampus biru ini sekejap tampak tenang, tapi……..tunggu ada proses pembunuhan perlahan terhadap daya kritis, berpikir rasio-universal, ada perang urat syaraf yang senantiasa terjadi di sini”.

“Astaghfirullah, terlalu berpikir abstrakkah ? Aku sendiri belum bisa berbuat apa-apa, duhai memang lidah tanpa tulang, alangkah ringannya ketika berucap tanpa tahu apa yang kelak akan terjadi”


Berhenti, hening seketika…………………………….
“Dunia kampus tak sesederhana ketika SMU, SMP, atau bahkan SD dahulu. Di sini realitas konkret terbentang di hadapan mata. Pergulatan, atau lebih tepatnya perjuangan memang tiada akan pernah terhenti. Sungguh, aku tak menutup mata masih ada jiwa-jiwa tegar yang dengan semangatnya ingin melakukan sebuah perubahan, yang dengan rasio-universal yang dipegangnya ingin melakukan sebuah perbaikan. Duhai diri, kau memang belum berbuat apa-apa, tapi jangan sampai kau mati sebelum berkarya !”
Bola matanya yang coklat perlahan tertutup oleh sang kelopak, terpejam erat, ada sebuah cita-cita besar terbentang di layar alam imajinasinya “Universitas besar kehidupan tersenyum memancarkan gemanya, ada binar-binar cahaya dari setiap mata yang ditatapnya, karena bahasa rasio-universal telah membumi dan menghujam kuat”

Butir-butir bening, layaknya proses gutasi yang mengeluarkan tetes air dari hidatoda(7), tidak hanya satu tetes tapi mengalir deras mulai membasahi rambut-rambut matanya, ia menghela napas panjang………………. …………………….
Bibir bawahnya mulai bergerak, bergetar hebat dan berucap pelan …………..
“Apakah aku termasuk orang-orang yang diberi kesempatan untuk bergabung dengan mereka yang berjiwa besar dan berserah diri ? Walaupun hanya sebagai sebuah titik dari sebuah garis perjuangan”.

_The End _

Keterangan :
1. Gas karbondioksida (CO2)
2. Gelombang saat pikiran kreatif, inspiratif dan saat tidur atau bermimpi.
3. Rangsang.
4. Otot pada lengan bagian atas yang berfungsi untuk menggerakkan tangan.
5. Penghalang.
6. Diartikan : proses penyaringan.
7. Diartikan : menangis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar