Indonesia merupakan negara
kepulauan, yang terdiri dari berbagai macam latar belakang kebudayaan, suku, ras,
dan agama. Keragaman yang ada bisa merupakan sebagai potensi untuk memperkaya
khazanah bangsa sebagai bentuk persatuan dan kesatuan, tetapi bisa juga menjadi
sebuah potensi yang dapat menimbulkan perpecahan. Ketika hal ini bisa
menyebabkan persatuan dan kesatuan bangsa, maka akan semakin memperkokoh jati
diri dan kepribadian bangsa. Tetapi ketika keanekaragaman ini tidak bisa
disikapi dengan bijak, maka akan menyebabkan konflik- konflik internal, yang
jika dibiarkan dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Berbicara tentang integrasi dan
disintegrasi bangsa, maka tidak dapat dipisahkan antara komponen- komponen yang
melakukan relasi didalamnya, pemerintahan dan rakyat. Kedaulatan yang
seyogyanya berada ditangan rakyat, dan dimandatkan kepada pemerintah, sebagai
pihak yang dipercaya untuk mengemban amanah rakyat. Fungsi- fungsi ini akan
berjalan sinergis ketika kedua komponen ini bisa berjalan seiringan, apa yang
menjadi aspirasi rakyat dan mempunyai efek manfaat bagi bangsa dan negara, maka
pemerintah berusaha untuk menampung dan merealisasikannya. Akan menjadi sebuah
permasalahan, ketika ternyata pemerintah hanya memandang rakyat sebagai objek,
yang hanya dikenai kebijakan top-down dan hanya satu arah, sedangkan
rakyat sebagai bagian integral dari suatu bangsa, tidak banyak dilibatkan dalam
pengelolaan negara.
Jean Jacques Rousseau dalam bukunya Du
Contract Social ou Principes du droit
politique, melihat bahwa hubungan individu dan negara harus didasarkan pada
kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama. Adanya volunte generale (kehendak
umum) yang merupakan cikal bakal masyarakat sipil. Integrasi dimulai dari
kontrak sosial dan kesepakatan bersama, sedangkan disintegrasi dapat terjadi
ketika kontrak sosial dan kesepakatan bersama mulai dilanggar. Kontrak sosial
bersifat terbuka dan relatif, hal ini akan kehilangan legitimasi, ketika sadar
atau tidak, rela atau terpaksa, kesepakatan bersama sudah tidak ada lagi.
Integrasi dan disintegrasi sangat
ditentukan oleh kemampuan Negara dalam menjaga isi kesepakatan bersama dan
kontrak social. Kesepakatan bersama untuk hidup bernegara tidak bisa datang
dari kekuasaan, tapi dari kesadaran rakyat yang berharap akan keadilan,
perdamaian, dan kesejahteraan. Prinsip- prinsip keadilan, demokrasi, jaminan kesejahteraan
ekonomi dan sosial, jaminan hukum yang adil dan tidak memihak, jaminan HAM
dalam suatu negara merupakan faktor yang menentukan proses integrasi dan disintegrasi
suatu bangsa.
Indonesia sebagai negara kesatuan pada
dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa,
bahasa, agama, ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Berbagai
gejolak bernuansa separatis seperti yang terjadi Aceh, Riau, dan Papua, serta
konflik berbau SARA yang terjadi di Maluku, Banjarmasin, Pontianak, Poso dan di berbagai tempat lain
yang terjadi secara meluas jelas merupakan masalah pokok yang sedang dihadapi
bangsa Indonesia
saat ini, yakni masalah disintegrasi politik dan disintegrasi sosial yang
menyangkut hilangnya instink komunitas secara meluas.
Fenomena
disintegrasi pada dua tataran itu antara lain ditandai oleh hilangnya rasa memiliki
sekelompok orang terhadap negara-bangsa, hilangnya ikatan atau solidaritas
komunal, hingga hilangnya ketaatan pada sistem sosial dan normatif yang
berlaku. Gejala dan arus disintegrasi bangsa yang membahayakan ini menguat
karena di satu sisi merupakan protes dari daerah terhadap pusat yang selama ini
kurang memperhatikan dan memberikan keadilan dan keseimbangan dalam pembangunan
daerah. Di sisi lain itu juga diakibatkan oleh robeknya kohesi dan integrasi
sosial akibat belum kukuh dan melembaganya kerukunan, toleransi, dan harmoni
masyarakat yang berlangsung selama ini.
Dari
hasil penelitian Poetranto (2003) beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
disintegrasi bangsa :
a. Geografi.
Letak Indonesia
yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri adalah daerah yang
paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya dari negara
tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh global yang besar,
seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan alam yang berlimpah.
b. Demografi.
Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau penyebaran penduduk
yang tidak merata merupakan faktor dari terjadinya disintegrasi bangsa, selain
masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan SDM.
c. Kekayaan
Alam. Kekayaan alam Indonesia
yang sangat beragam dan berlimpah dan penyebarannya yang tidak merata dapat
menyebabkan kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, karena hal ini meliputi
hal-hal seperti pengelolaan, pembagian hasil, pembinaan apabila terjadi
kerusakan akibat dari pengelolaan.
d. Ideologi.
Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam terjadinya konflik
di negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap agama
yang dianut dan agama lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan
bijaksana pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya kemungkinan disintegrasi
bangsa, oleh sebab itu perlu adanya penanganan khusus dari para tokoh agama
mengenai pendalaman masalah agama dan komunikasi antar pimpinan umat beragama
secara berkesinambungan.
e. Politik.
Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut berbagai
ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam bermasyarakat dan
sering mengakibatkan konflik antar
masyarakat yang berbeda faham apabila tidak ditangani dengan bijaksana
akan menyebabkan konflik sosial di dalam masyarakat. Selain itu ketidak
sesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan pada pemerintah
daerah juga sering menimbulkan perbedaan kepentingan yang akhirnya timbul
konflik sosial karena dirasa ada ketidak adilan didalam pengelolaan dan
pembagian hasil atau hal-hal lain seperti perasaan pemerintah daerah yang sudah
mampu mandiri dan tidak lagi membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, konflik
antar partai, kabinet koalisi yang melemahkan ketahanan nasional dan kondisi
yang tidak pasti dan tidak adil akibat ketidak pastian hukum.
f. Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian
besar penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial masyarakat Indonesia yang
semakin lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dan adanya
praktek KKN.
g. Sosial
Budaya. Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan sumber konflik
apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang berlaku di
daerah yang satu tidak selalu sama dengan daerah yang lain. Konflik tata nilai
yang sering terjadi saat ini yakni konflik antara kelompok yang keras dan lebih
modern dengan kelompok yang relatif terbelakang.
h. Pertahanan
Keamanan. Kemungkinan disintegrasi bangsa dilihat dari aspek pertahanan
keamanan dapat terjadi dari seluruh permasalahan aspek asta gatra itu
sendiri. Dilain pihak turunnya wibawa TNI dan Polri akibat
kesalahan dimasa lalu dimana TNI dan Polri digunakan oleh penguasa sebagai alat
untuk mempertahankan kekuasaannya bukan sebagai alat pertahanan dan keamanan
negara.
Disintegrasi bangsa, separatisme
merupakan permasalahan kompleks, akibat akumulasi permasalahan politik, ekonomi
dan keamanan yang saling tumpang tindih sehingga perlu penanganan khusus dengan
pendekatan yang arif serta mengutamakan aspek hukum, keadilan, sosial budaya. Pemberlakuan
otonomi daerah merupakan implikasi positif bagi masa depan daerah di Indonesia namun
juga berpotensi untuk menciptakan mengentalnya heterogental dibidang SARA. Pertarungan
elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa yang dapat menciptakan konflik
horizintal maupun vertikal harus dapat diantisipasi. Kepemimpinan dari elit
politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan meredamnya
konflik pada skala dini. Namun pada skala kejadian diperlukan
profesionalisme aparat kemanan secara terpadu. Efek global, regional dengan
faham demokrasi yang bergulir saat ini perlu diantisipasi dengan penghayatan
wawasan kebangsaan melalui edukasi dan sosialisasi.
Proses integrasi dan
disintegrasi sebenarnya ditentukan oleh hubungan timbal balik antara rakyat
sebagai pemilik kedaulatan dan pemerintah yang diberikan mandat untuk
melaksanakan kedaulatan. Rakyat dalam hal memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa, jangan hanya ditempatkan sebagai obyek, tetapi harus dijadikan partner
bagi pemerintah, karena proses sinergisasi dan keinginan untuk mempertahankan
integrasi bangsa tidak akan terwujud jika pemerintah terlalu mendominasi tanpa
ada partisipasi dari rakyat. Rakyat pun mempunyai kesadaran akan pentingnya
integrasi bangsa.
Terinspirasi dari :
1. Wiratmadinata.
2006. Bertanya Tentang Bangsa. http//www.thepolitea.com
2. Tri
Poetranto. 2003. Pengembangan Strategi Pertahanan untuk Menanggulangi
Kemungkinan Disintegrasi Bangsa dalam Meningkatkan Ketahan Sosial. http://buletinlitbang.dephan.go.id
3.
Manuel Kaisiepo. 2000. Seriuskah
MPR Menanggapi Fenomena Disintegrasi Bangsa ? http://www.kompas.com
4.
Eri. 2003. Ketimpangan Ekonomi
Picu Disintegrasi Bangsa. http://www.budpar.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar