Berlangganan

Episode_Pena

Salam Pena

Sahabat semua....
Pena harus senantiasa menulis, agar pena mempunyai ketajaman pesan. Episode_Pena tempat untuk saling berbagi & menambah wawasan. Silahkan Sahabat semua memberikan saran, kritik, masukan atau 'say hello' dengan meng-klik & mengisi Buku Tamu :)

Oktober 13, 2012

PEMILU 2009, REGENERASI KEPEMIMPINAN DAN NASIB BANGSA


Oleh : Anna Fauzia Hamsyah, S.Si *
“Cara Terbaik Memprediksi Masa Depan adalah dengan Menciptakan Masa Depan” (Peter Drucker)

Pesta rakyat di negeri ini tinggal menunggu hitungan minggu dan hari, fenomena yang cukup biasa menjelang agenda pemilu, baliho-baliho dan poster-poster caleg terpasang hampir di setiap tempat, sudut, pelosok kota sampai desa. Poster-poster ini tidak hanya manis berdiam diri di suatu tempat, tapi ada juga yang hilir mudik di kendaraan-kendaraan. Iklan-iklan politik di televisi pun tak kalah ramai menawarkan jargon, jagoan, jasa, dan janji program-program perbaikan bangsa.
Fakta di lapangan yang membuat kita mengurut dada adalah praktek-praktek money politic yang dilakukan oleh hampir semua caleg untuk memuluskan jalannya mendapatkan kursi lembaga kehormatan, ya mencoba untuk menarik simpati rakyat Indonesia, berusaha menggaet hati mereka dengan beberapa lembar rupiah merah, hijau, biru. Fakta lain yang bisa dilihat adalah setelah ditetapkannya pemilu dengan sistem distrik, setiap caleg mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan kursi kehormatan, asalkan sang caleg ini mau turun langsung ke masyarakat mencari basis pemilih yang dengan kesadaran atau sedikit jalan pelancar mau memilihnya. Ada hal yang cukup menggelitik, karena di beberapa partai ada beberapa calegnya yang bersaing dengan tidak sehat. Bahkan ada selebaran-selebaran dan isu-isu yang tidak bertanggung jawab yang ditujukan untuk menurunkan citra partai yang satu dengan yang lainnya.
Sejenak mari kita berefleksi, apakah pesta rakyat ini hanya sekedar ajang memamerkan poster-poster dan baliho ? Seberapa efektif poster-poster yang terpajang ini mempengaruhi kecenderungan pilihan masyarakat ? jangan-jangan karena saking banyaknya poster dengan berbagai pose, masyarakat malah semakin bingung. Pertanyaan mendasar adalah seberapa banyak rupiah yang dikeluarkan oleh para calon-calon wakil rakyat ini untuk memuluskan jalannya menuju kursi kekuasaan ? Kita berdoa semoga rakyat Indonesia sudah semakin cerdas, sehingga hati nurani dan hak pilih mereka tidak terbeli hanya dengan beberapa lembar rupiah. Bukankah akan sangat mahal harga yang harus ditebus ketika kita berani menggadaikan nasib bangsa ini hanya dengan beberapa lembar rupiah ataupun bahkan sampai bermilyar-triliun. Bagaimana nasib bangsa ini kedepannya, ketika nurani kita dengan mudah terbeli dengan lembaran rupiah ?
Fenomena-fenomena yang kita lihat menjelang pemilu 2009 ini cukup disayangkan kalau kita lewatkan begitu saja. Walaupun disisi lain, nuansa demokratis dengan banyaknya partai politik peserta pemilu (44 partai) menunjukan semakin kondusifnya kebebasan untuk berserikat dan berorganisasi, kebebasan untuk berpendapat dan menyalurkan aspirasi. Pemilihan para wakil rakyat pun tidak seperti memilih kucing dalam karung, minimal masyarakat mengetahui bagaimana track record, kapasitas, dan kapabilitas wakil rakyat yang akan dipilihnya.
Pemilu 2009 adalah momentum yang sangat strategis untuk menentukan perjalanan bangsa dan Negara Indonesia ke depan. Pemilu 2009 ini akan menentukan momentum pembangunan bangsa selama lima tahun ke depan. Momentum untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menentukan arah kebijakan bangsa ini, momentum untuk memilih seorang pemimpin bangsa yang akan menjadi icon seperti apakah karakteristik rakyat yang tengah dipimpinnya.
Pemilu 2009 akan menentukan kepemimpinan Indonesia selama 5 tahun ke depan, yang merupakan estafeta perjuangan dari para founding fathers yang tidak boleh terputus. Momentum pemilu ini adalah momentum regenerasi kepemimpinan yang memang harus diuji kualitasnya. KAMMI secara khusus, melihat bahwa kepemimpinan adalah aspek yang strategis dalam melakukan perbaikan-perbaikan bangsa ini, karena pemimpin adalah cermin dari rakyatnya. KAMMI sesuai dengan prinsip gerakannya “Kebatilan adalah musuh abadi KAMMI”, “Perbaikan adalah tradisi perjuangan KAMMI” akan sangat memberikan apresiasi yang sangat positif kepada para calon pemimpin bangsa dan wakil rakyat yang mempunyai nurani, spirit, dan jiwa untuk membangun Indonesia lebih baik. Para pemimpin dan wakil rakyat yang tidak mempunyai ambisi kekuasaan hanya untuk kepentingan pribadi atau golongannya saja. Para pemimpin dan wakil rakyat yang tidak menghamburkan rupiahnya dengan cuma-cuma hanya untuk membujuk-rayu rakyat agar memilihnya. Para pemimpin dan wakil rakyat yang mampu merangkul semua elemen masyarakat dan pro perbaikan, tidak menjadi budak dari bangsa lain. Para pemimpin dan wakil rakyat yang tidak segan untuk terjun langsung dan duduk bersama masyarakat. Dalam hal ini, KAMMI akan menilai kepemimpinan pada tiga aspek. Pertama aspek personal yang mencakup pengalaman, track record, dan kredibilitas (moral, intelektual, dan sosial politik). Kedua aspek kebijakan yang mencakup prioritas, popularitas, dampak jangka pendek dan jangka panjang. Ketiga aspek relasi pemimpin yang mengindikasikan apakah ia memiliki jaringan yang elegan dalam memecahkan persoalan-persoalan kebangsaan, keummatan, dan kedaerahan. Apakah ia berpihak pada Indonesia ataukah musuh Indonesia.
Dr. Muhammad Imarah; pemikir Islam dari Mesir dalam bukunya ‘Manilladzi Yughayyibu Al-Munkar Wa Kaifa,’ (siapa dan bagaimana menghapus kemungkaran), menganalogikan pemimpin dengan seorang dokter. Jika kesalahan fatal yang dilakukan dokter bisa mengakibatkan salah satu atau lebih dari pasiennya meninggal, maka kesalahan yang dilakukan pemimpin bukan hanya satu atau dua, tapi seluruh bangsa dan masyarakat menjadi korban.
Kebijakan yang dikeluarkan pemimpin maupun wakil rakyat menjadi harga mahal bagi masyarakat. Fakta membuktikan, pembalakan hutan secara ilegal tanpa ada tindak hukum yang tegas menjadi tragedi yang suatu saat bisa mengancam kelangsungan hidup manusia. Penjualan aset dan kekayaan negara yang dilakukan para pejabat dan birokrat berjiwa korporat menyisakan nestapa bagi bangsa. Pencurian uang rakyat milyaran rupiah meninggalkan benih dendam di hati masyarakat. Dan ratusan kasus lainnya yang tidak mungkin dihentikan dengan kutukan atau kecaman belaka.
Secara global, mari kita melihat peran yang bisa kita lakukan, sebagai seorang mahasiswa, pemuda atau elemen bangsa ini dalam menyikapi pemilu 2009, karena amanah kepemimpinan ini bukanlah amanah biasa yang hanya dipikul oleh orang-orang biasa-biasa saja, tapi amanah kepemimpinan yang dipundak merekalah nasib ± 200 juta rakyat Indonesia akan ditentukan (akankah lebih baik atau sebaliknya). Amanah kepemimpinan yang bisa menjadi pelayan dan pengabdi masyarakat, bukan menjadi “tuan” bagi masyarakatnya. Oleh karena itu, mari kita berpikir ulang ketika mau memilih para pemimpin dan wakil rakyat yang hanya menggunakan kekuatan rupiah untuk membeli rakyatnya (tipikal seperti ini akan berpikir bagaimana caranya untuk balik modal, pemimpin berjiwa kerdil dan pengecut, pemimpin yang berpotensi sangat besar untuk melakukan korupsi, kolusi, nepotisme). Pemimpin dan wakil rakyat yang gontok-gontokan dan ribut di internal mereka, padahal mereka belum terpilih. Bagaimana kemudian bisa memimpin bangsa ini yang begitu heterogen, sedangkan secara internal sendiri belum solid.
Pertama, yang bisa kita lakukan adalah melakukan pendidikan politik kepada masyarakat awam di sekitar kita terutama tentang sosialisasi mekanisme Pemilu 2009 yang bersih, jujur, dan adil. Kedua menyerukan kepada masyarakat agar menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2009 ini (karena satu suara akan sangat menentukan nasib bangsa ini). Ketiga berperan aktif dalam proses pemantauan pemilu untuk meminimalisir praktek-praktek tidak sehat yang dilakukan oleh oknum tertentu. Jangan pernah menyerah dengan realita. Karena arus perubahan senantiasa dikobarkan walau dengan tertatih-tatih. Hak pilih kita saat ini, akan sangat menentukan seperti apa Bangsa dan Negara Indonesia ke depan.

Referensi :
1.      Rijalul Imam. 2008. Makalah Tafsir Epistemik Prinsip Perjuangan KAMMI. DM 3 Solo.
2.      M Redha Helmi. 2009. Pemilu 2009 Perang Iklan Politik. www.kammi.or.id
3.      Husammudin MZ. 2009. Pemilu dan Aroma Perubahan. www.eramuslim.com
4.      Rijalul Imam. 2008. Menyiapkan Momentum : Refleksi Paradigmatis Pemikiran Gerakan Pemuda untuk Membangun Bangsa. Muda Cendikia, Bandung.
5.      Abdul Badi’ Shaqar. 1994. Kepemimpinan Islami. Pustaka Progresif, Surabaya.

*Dalam arsip pada penerbitan Koran Pemilu 2009, KAMMI Daerah Purwokerto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar