Berlangganan

Episode_Pena

Salam Pena

Sahabat semua....
Pena harus senantiasa menulis, agar pena mempunyai ketajaman pesan. Episode_Pena tempat untuk saling berbagi & menambah wawasan. Silahkan Sahabat semua memberikan saran, kritik, masukan atau 'say hello' dengan meng-klik & mengisi Buku Tamu :)

April 05, 2012

Menggagas Format Masa Depan Indonesia



ABSTRAKSI
 Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku, membentang luas dari Sabang sampai Merauke dengan gugusan belasan ribu pulau. Samudera dan lautan berada diantara pulau-pulaunya, sungguh letak yang begitu strategis, ketika melihat negeri kita berada diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan diantara dua benua Asia dan Australia. Potensi geografis, geopolitik, geoekonomi melingkupi negeri kita, tidak dapat dipungkiri banyak potensi sumber daya alam yang tertanam di tanah yang kita pijak ini. Sumber daya pertanian, perikanan, peternakan, hutan, pertambangan, sungguh betul bahwasannya negeri kita laksana zamrud di tengah khatulistiwa. Jumlah penduduk pun, Indonesia termasuk ke dalam lima besar di antara negara-negara dunia. Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku,
KAMMI sebagai elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, sudah seharusnya mampu memberikan sebuah solusi bagi masa depan bangsa. Indonesia masa depan menjadi bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh orang-orang yang plin-plan, tidak bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan bangsa-bangsa dunia, dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja, tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain. KAMMI yang mempuyai visi besar sebagai “wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia” harus bisa menjadi pelopor, penggerak elemen-elemen lain untuk bersama-sama memberikan solusi dan menjadi problem solver terhadap permasalahan yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia. Trade mark “Muslim Negarawan” yang sedang diusung pun harus menjadi sebuah solusi yang tidak hanya bisa ditawarkan, tapi sangat memungkinkan untuk bisa direalisasikan.
  
I.       PENDAHULUAN
 Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku, membentang luas dari Sabang sampai Merauke dengan gugusan belasan ribu pulau. Samudera dan lautan berada diantara pulau-pulaunya, sungguh letak yang begitu strategis, ketika melihat negeri kita berada diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan diantara dua benua Asia dan Australia. Potensi geografis, geopolitik, geoekonomi melingkupi negeri kita, tidak dapat dipungkiri banyak potensi sumber daya alam yang tertanam di tanah yang kita pijak ini. Sumber daya pertanian, perikanan, peternakan, hutan, pertambangan, sungguh betul bahwasannya negeri kita laksana zamrud di tengah khatulistiwa. Jumlah penduduk pun, Indonesia termasuk ke dalam lima besar di antara negara-negara dunia.
Ada pertanyaan yang menggelitik, sungguh dengan potensi yang sedemikian banyaknya dari negeri kita, sudah sejauh manakah negara kita mampu untuk benar-benar mandiri menghidupi hajat hidup berbangsa dan bernegara ? Bagaimana posisi tawar negara kita di tengah-tengah percaturan kehidupan negara-negara di dunia ? Sudah cukup mapan dan idealkah dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita ? Sejauh mana peningkatan kualitas sumber daya manusia di negara kita ?
Jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut, saya yakin, ada dalam setiap benak kita, dan bisa jadi butuh berlembar-lembar kertas untuk menjabarkannya secara panjang lebar. Satu hal yang kemudian saya ajukan, sebagai seorang anggota biasa KAMMI dan sebagai seorang warga negara Indonesia sekaligus sebagai seorang muslim, apa sumbangsih yang bisa kita berikan untuk menggagas format masa depan Indonesia ?
Kenapa harus mau dan dipaksakan untuk menggagas format masa depan Indonesia ? KAMMI yang mempuyai visi besar sebagai “wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia” harus bisa menjadi pelopor, penggerak elemen-elemen lain untuk bersama-sama memberikan solusi dan menjadi problem solver terhadap permasalahan yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia. Trade mark “Muslim Negarawan” yang sedang diusung pun harus menjadi sebuah solusi yang tidak hanya bisa ditawarkan, tapi sangat memungkinkan untuk bisa direalisasikan.

 II.    PEMBAHASAN
 “Kemerdekaan yang semestinya menjadi harapan masyarakat Indonesia kini telah berubah makna. Berubah menjadi kekejaman, kekerasan, perpecahan, serta penindasan. Harga bangsa ini telah tergadai dengan minuman gelas, penjaga rumah, dan pembantu rumah tangga. Sesama anak bangsa harus bergandengan tangan, karena telah nyata di depan mata kita terjadi banyak peristiwa yang mengarah pada permusuhan dan pelenyapan Bangsa Indonesia yang dilakukan oleh negara yang tidak senang terhadap bangsa ini. Kita akan kuat dan tidak terkalahkan, kalau kita bersatu, menghargai sesama pemeluk agama, tidak memperkosa hak orang lain, serta berbuat adil terhadap sesama”  (Dien Syamsudin dalam Tarbawi, 2003).
“Akhir tahun 1997 bangsa Indonesia mengalami krisis moneter yang berkepanjangan. Krisis ini meluas dan berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik. Masyarakat, khususnya rakyat kecil menjadi bagian yang paling merasakan damapak dari krisis ini. Harga-harga melambung tinggi, tak terjangkau oleh daya beli rakyat. Kerawanan pangan terjadi dimana-mana, keresahan sosial terus menggejala. Dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya status bangsa Indonesia merosot drastis dari bangsa yang sedang berkembang menjadi bangsa miskin yang terbelakang. Mungkin dunia terkejut dengan krisis yang terjadi di Indonesia, karena sebelumnya bank dunia telah terlanjur melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang begitu baik. Jika dicermati lebih teliti, krisis ini memang mungkin sudah seharusnya terjadi sebagai buah dari kebijakan ekonomi politk yang telah diajalani Orde Baru selama ini. Perilaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang “dicontohkan” oleh penguasa diikuti secara “sistemik” oleh masyarakat sampai akhirnya menjadi budaya negatif yang sulit diperangi. Akibatnya tingkat produktivitas Indonesia sangat rendah. Industri-industri yang dibangun dengan berbasis pada utang luar negeri dan bahan baku impor juga ikut mengambil peranan bagi ambruknya perekonomian Indonesia. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sakit, gonjang-ganjing politik pun tak dapat lagi dihindari”  (Riyadi dalam Gerakan Perlawan dari Mesjid Kampus, 2001).
“Penyebab keterpurukan negeri kita saat ini adalah lemahnya politik ekonomi pemerintah menghadapi politik ekonomi kapitalis yang dilakukan pihak asing, misalnya IMF dan kaki tangannya di negeri ini. Lembaga asing itu, seolah sepakat menjadikan negeri kita permainan modal internasional. Mereka menyetor dan menarik uang panas di negeri kita. Penyebab lain yang utama adalah korupsi yang begitu akut melanda negeri ini. Korupsi terjadi karena sentralisasi keuangan, tabungan dan pendapatan masyakat di Jakarta. Untuk bangkit dari segala keterpurukan ini, kuncinya adalah pemerintah. Tapi pemerintah malah tidak punya visi jelas mau ke mana bangsa ini diarahkan”        (Baswir dalam Tarbawi, 2003).
Kutipan-kutipan di atas setidaknya memberikan sedikit deskripsi tentang warna perjalanan kehidupan tanah air kita, yang saat ini usianya telah mencapai 62 tahun. Berbagai macam permasalahan yang mengarah pada disintegrasi bangsa sering muncul dan tenggelam, dengan solusi permasalahan yang selalu belum tuntas. Masalah   kredibilitas moral para penguasa negara yang rata-rata “bermasalah”, yang akan menggerogoti jati diri dan kepribadian bangsa, melemahnya Sense of crisis rakyat Indonesia untuk membangun bangsanya secara bersama-sama.
Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku, semenjak dahulu selalu menjadi bangsa yang mengambil sikap tidak berafiliasi kemanapun, terlihat dengan Pancasila sebagai ideologi negara, dengan sistem demokrasi Pancasila, demokrasi ini, “yang katanya”  tidak liberal dan juga tidak terpimpin, walaupun pada prakteknya tergantung pada rezim yang kemudian berkuasa. Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku, sudah saatnya sekarang kita mencari jalan keluar dari semua permasalahan yang ada, mencari simpul dari benang yang telah terlanjur kusut, sungguh tidak bijak ketika kita hanya memberikan berbagai macam kritikan, ketika tidak ada solusi yang coba ditawarkan.
KAMMI sebagai elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, sudah seharusnya mampu memberikan sebuah solusi bagi masa depan bangsa. Indonesia masa depan menjadi bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh orang-orang yang plin-plan, tidak bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan bangsa-bangsa dunia, dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja, tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain.
Banyak aspek yang bisa dibidik untuk menggagas format masa depan Indonesia, usaha ini harus berjalan kontinyu dan bertahap. Satu hal yang bisa saya tuangkan di sini, terkait dengan penekanan pada penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Gagasan ini terinspirasi dari pernyataan Ketua Umum KAMMDA Purwokerto 2006-2008 yang intinya apa yang bisa diberikan KAMMI untuk Indonesia ? KAMMI tidak bisa memberikan uang, karena kita tidak punya. Tapi, KAMMI punya sumber daya manusia, yang dididik lewat perangkat-perangkat yang telah ada di KAMMI, dengan harapan bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan siap untuk menjawab tantangan-tantangan dan permasalahan bangsa, mampu mengisi ruang-ruang kosong yang memang di sana butuh sentuhan perbaikan. SDM yang berkualitas inilah, lewat gagasan dan karya nyatanya yang menjadi aset berharga yang bisa disumbangkan untuk bangsa ini.
Ada beberapa langkah yang coba ditawarkan untuk penyiapan sumber daya manusia berkualitas menuju Indonesia masa depan menjadi bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh orang-orang yang plin-plan, tidak bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan bangsa-bangsa dunia, dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja, tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain, antara lain :
1.      Pemenuhan kualifikasi untuk menjadi muslim negarawan, dengan enam kompetensi kritis yang harus dimiliki, yaitu :
a.       Pengetahuan ke-Islam-an
b.      Kredibilitas Moral
c.       Wawasan ke-Indonesia-an
d.      Kepakaran dan profesionalisme
e.       Kepemimpinan
f.       Diplomasi dan jaringan
2.      Menjadi figur teladan ummat, secara pribadi dan menjadi organisasi teladan
Mubarak (2004) menyatakan bahwa : “Kita harus mampu bergaul dengan semua lapisan masyarakat namun dengan tampil berbeda serta berguna”.
Organisasi teladan
“Tanah Air Republik Indonesia terdiri dari tujuh belas ribu pulau dengan penduduk lebih dari dua ratus jiwa. Jumlah pulau dan penduduk yang banyak ini tidak mungkin dapat dibimbing dengan keteladanan seorang figur, melainkan harus dibimbing oleh teladan yang banyak dan terorganisir, atau organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan berahlak mulia, jujur merupakan bekal utama yang harus dimiliki. Organisasi tersebut akan meyebarkan anggotanya, sebagai teladan bagi setiap lapisan masyarakat, baik lapisan atas atau bawah, para tokoh, para pengusaha hingga para pejabat tinggi negara. Walaupun tugas mereka tampak berbeda sesuai dengan perbedaan objek dakwah, situasi, serta kondisi dimana mereka berada, namun visi dan misi mereka adalah satu.
Perbaikan suatu bangsa tidak dapat hanya mengandalkan seorang figur, melainkan diperlukan banyak figur yang tersebar ke seluruh pelosok, dengan aturan mekanisme kerja yang harus tetap terpelihara. Bagaimanapun luasnya wawasan atau hebatnya retorika seseorang bila dibandingkan dengan objek yang harus digarap dan tantangannya, maka sangatlah lemah dan sangat jauh untuk memenuhi keperluan. Oleh karena itu, tugas ini akan terasa lebih ringan bila dikerjakan secara terencana dan terorganisir”.
Soeripto (2002) dalam Tarbawi untuk melakukan perbaikan bangsa dalam konteks Islam, menyatakan bahwa harus ada pola gerakan yang mendukung, hal pertama yang dilakukan adalah memperkuat kondisi sosial ekonomi umat Islam. Dalam hal ini, Dr. Din Syamsudin (2002) dalam Tarbawi menawarkan model pemberdayaan ekonomi ummat, “Penting untuk mengintegrasikan yang kecil, sehingga menjadi kekuatan yang besar. Dan itu perlu faktor leadership yang bisa megayomi, mearik, dan memberdayakan mereka lewat program besar”. Pola kedua adalah dengan menciptakan ulama independen “Kalau mau yang independen, ya ulama. Tapi, masalahnya ulama kan sering dibuat tidak berperan” penuturan Daud Rasyid (2002) dalam Tarbawi. Dan yang terakhir, meningkatkan mutu dunia pendidikan.
Perbaikan bangsa dalam menumpas kekerdilan moral para pelaku KKN, dapat dilihat dari perkembangan gerakan antikorupsi dalam dinamika sosial-politik Indonesia:
Tabel 1. Dinamika Gerakan Antikorupsi
TIPOLOGI
BASIS
ORIENTASI
SARANA
CONTOH
Gerakan Moral
Nilai dan integritas
Kebajikan umum
- imbauan
- rekomendasi
- aksi temporer
- demonstrasi anti Soeharto dan rezim Orba yang korup
- Fakta antikorupsi yang disponsori KADIN
- Gerakan nasional antikorupsi yang dimotori NU dan Muhammadiyah
-Penghargaan Lopa Award (GOWA) atau Bung Hatta Anti Corruption Award.


Gerakan Intelektual
Ide dan opini publik
Kebebasan berpendapat dan bersikap
-     diskusi
-     seminar
-     riset
-     polling
-     penerbitan media
-    Riset yang ditekuni MITI/IDEA dsb
-    Ekspos kasus oleh ICW/BCW dll
Gerakan Kultural
Perilaku, norma, dan kebiasaan
Kebebasan berekspresi dan berkelompok
-    kelompok budaya
-    masyarakat adat
-    kelompok agama
-    Revitalisasi nagari antikorupsi
-    Gerakan pemuda Hindu antikorupsi
-    Sosialiasasi fiqh antikorupsi di NTB
Gerakan Sosial
Kepentingan bersama
Tatanan sosial (social order) yang adil dan terbuka
-    komunitas basis petani, nelayan, buruh, pedagang, pegawai rendahan, dll yang menjadi korban
-    kelompok sosial: pemuda, pelajar/mahasiswa, kaum perempuan, penderita cacat, dll
-     Pendidikan kritis dan pembentukan pos antikorupsi di Lampung dan Jabar
-     Pendampingan masyarakat korban korupsi Makassar, Bulukumba, dan Kolaka.
Gerakan Politik
Ideologi
Kekuasaan yang terbagi (Trias politika) dan bertanggung jawab
Parati politik dan kelompok penekan (pressure groups)
-    Gerakan antipolitik uang, politician tracking, pakta caleg antikorupsi
-    Mengajukan legal standing atau class action kasus
-    Menjadi anggota TGPTPK/KON/KPKPN/KPTPK
-    Penuntasan kasus korupsi lewat jalur hukum (termasuk pengadilan ad hoc antikorupsi)

Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku, sudah saatnya tanah air kita menentukan pilihan untuk kehidupan yang lebih baik. Keputusan ini, tentu tidak hanya mengedepankan sentimen suku bangsa, agama, ras, antar golongan. Tapi, mari kita belajar secara obyektif dari sejarah, liberalisme dan komunisme terbukti tumpul. Puncak peradaban telah dipentaskan di panggung sejarah secara bergiliran, dari Peradaban Persia, Romawi, Uni Sovyet, Amerika Serikat, dan satu yang sering kita lupakan peradaban Islam. Tiap diri kita bisa menilai peradaban mana yang bisa menjadi solusi permasalahan dan memberikan “rahmat” bagi semua golongan.
Filosuf eksistensialis Jerman, Karl Jaspers (1999) dalam Islam dan Politik Upaya Membingkai Peradaban, menyatakan, “Bilamana kekerasan lawan kekerasan dibenarkan sebagai suatu cara yang tidak boleh tidak, maka pada hakikatnya kita telah memasuki suatu batas situasi (yang terjal) dari eksistensi ummat manusia”, pasca kejadian bom atom Nagasaki dan Hiroshima. Russel (1969) dalam Islam dan Politik Upaya Membingkai Peradaban (1999), menyatakan, “ Tidaklah saya tahu kata akhir apa yang patut saya tuliskan : Hari cerah membayang sudah. Sedangkan kita tetap saja menuju yang gelap, atau, kadangkala saya membiarkan diri saya untuk berharap. Abad besar dunia telah menampakkan ufuknya yang baru, tahun-tahun keemasan kini menjelang, cakrawala tersenyum dan keyakinan dan kekuasaan kemilau, penaka kapal rusak dalam sebuah mimpi yang ngeri. Saya telah lakukan apa yang mungkin saya lakukan, untuk sekedar memperberat timbangan saya yang ringan, dalam usaha memberatkan neraca di pihak harapan, tetapi usaha itu tidak lebih dari sebuah kerja kecil menghadapi kekuatan besar. Semoga yang lain berhasil sementara generasi saya gagal”.
“Kami ilhamkan ke dalam jiwa manusia itu kekuatan jahat dan kekuatan baik. Sungguh sukseslah orang yang mensucikannya. Dan (sebaliknya) gagallah orang yang membuatnya kotor dan menyeleweng”.
 
III. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian makalah ini adalah :
1.      Indonesia sudah saatnya dengan tegas menetapkan pilihan bentuk masa depan  dengan belajar secara obyektif dari sejarah, puncak peradaban telah dipentaskan di panggung sejarah secara bergiliran, dari Peradaban Persia, Romawi, Uni Sovyet, Amerika Serikat, dan satu yang sering kita lupakan peradaban Islam.
2.      Indonesia masa depan menjadi bangsa yang kokoh dan tangguh di setiap lini, mandiri, tidak dipenuhi oleh orang-orang yang plin-plan, tidak bisa diobok-obok seenak-enaknya oleh bangsa lain, disegani dalam pergaulan bangsa-bangsa dunia, dan rahmat solidnya negara kita tidak hanya dirasakan oleh rakyat kita saja, tapi bisa menjadi inspirasi kebaikan bagi negara lain.
3.      Strategi yang ditawarkan untuk menggagas format masa depan Indonesia, salah satunya dengan titik tekan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, melalui KAMMI ada dua titik tekan yaitu : pemenuhan kualifikasi untuk menjadi muslim negarawan dengan enam kompetensi kritis yang harus dimiliki (pengetahuan ke-Islam-an, kredibilitas moral, wawasan ke-Indonesia-an, kepakaran dan profesionalisme, kepemimpinan, diplomasi dan jaringan), menjadi figur teladan ummat secara pribadi dan menjadi organisasi teladan.

DAFTAR REFERENSI
Maarif, Ahmad Syafii. 1999. Islam dan Politik Upaya Membingkai Peradaban. Perpustakaan Dinamika, Cirebon.

Mubarak, Saiful Islam. 2004. Piagam Jakarta atau Piagam Madinah. Syaamil, Bandung.

Rahmat, Andi dan Mukhammad Najib. 2001. Gerakan Perlawanan dari Mesjid Kampus. Purimedia, Surakarta.

Saksi. 2004. KH Hasyim Muzadi : Dukung Politik Moral PKS. Edisi No. 10 Tahun VI 31 Maret 2004.

Tarbawi. 2002. Hanya Satu Kata : Adil. Edisi 29 Th.3/Dzulhijjah 1422 H/28 Februari 2002 M.

Tarbawi. 2003. Hendak Kemana Kita. Edisi 68 Th.5/Rajab 1424 H/18 September     2003 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar