Berlangganan

Episode_Pena

Salam Pena

Sahabat semua....
Pena harus senantiasa menulis, agar pena mempunyai ketajaman pesan. Episode_Pena tempat untuk saling berbagi & menambah wawasan. Silahkan Sahabat semua memberikan saran, kritik, masukan atau 'say hello' dengan meng-klik & mengisi Buku Tamu :)

Desember 18, 2009

Sweeping ! Jangan-jangan Anda terkena Razia Kehidupan.


Menusuri jalanan menuju Perkampungan Sembawa, jam tangan menunjukan Pukul 17.15. Dari menara mesjid terdengar dzikir sore al matsurot mengalir syahdu.
Sweeping... ...menjelang berbuka puasa Senin, ada beberapa santri yang masih nongkrong depan kantin, depan TK, dan disekitar hutan pondok.
“Iya Bu, Iya Teh .... ni bentar lagi mau ke Mesjid” Jawab mereka
Sweeping dilanjutkan menuju ke rumah salah seorang Ibu Loundri, sebut saja Bu Ami, ada informasi yang menyebutkan di rumah Bu Ami ini sering banyak santri yang ngumpul.
Suasana jalanan lengang, seorang penduduk mengantarkan kami ke rumah Bu Ami. Tepat depan gang rumahnya,
kami melihat seorang santri sedang jajan di sana. Teman saya menghampiri santri tersebut, sedang saya melanjutkan untuk segera ke rumah Bu Ami.
“Sepi.........” ketika saya tiba di depan rumahnya
Pintu rumah terbuka, Bu Ami keluar. Dari pintu rumah yang terbuka, saya bisa melihat ada sekitar 5-7 santri sedang asyik nonton TV. Mereka belum menyadari kedatangan saya.
“Nyari siapa Teh ?” kata Bu Ami
“Mau silaturahim aja ke Ibu” jawabku, sambil terus mengamati santri yang ada di dalam.
Bersamaan dengan itu, beberapa santri mulai menyadari lagi ada sweeping, mereka yang tadinya sedang asyik menonton TV berbenah ke ruangan lain dari rumah Bu Ami.
Kami segera masuk ke ruang tamu Bu Ami. Sebuah rumah sederhana dengan ruang TV, ruang tamu, dan kamar yang bisa kami amati semua.
Dan......kepergok, para santri lari ke kamar yang notabene, kamar tersebut ada di ruang tamu. Kami segera menggedor pintu kamar.
“Teh ayo cepetan keluar ! Segera pulang ke pondok, udah mau maghrib”
Hening sejenak .........
Pintu kamar terbuka, sekitar 6-7 santri keluar dari kamar dan segera menuju pondok dengan posisi menyembunyikan wajah mereka. Ada sepatu, buku-buku yang ketinggalan tepat dekat kami.
Dengan gemetar mereka mengambil buku dan sepatu, tergesa-gesa menuju pondok.
Fuihhh........maaf ya Bu sudah merepotkan” kata teman saya
“Saya juga minta maaf Teh, membiarkan santri main kelamaan di rumah saya” jawab Bu Ami.
Lalu mengalirlah cerita dari beliau kronologis kenapa banyak santri yang main ke rumahnya.

Subhanalloh, saudaraku sepenggal episode kecil yang semoga bisa menginspirasi.
Selalu saja ada, di tengah-tengah mereka yang bersungguh-sungguh mencari ilmu, berikhtiar menuntut ilmu dan menggembleng diri, pribadi-pribadi yang sempat goyah, pribadi-pribadi yang sempat terpeleset dari mulianya tugas utama.

Ada banyak alasan yang menjadikan kita goyah, karena rutinitas aktivitas yang menjebak kita pada kebosanan, peraturan-peraturan yang masih kita pandang sebagai kendala bukan jalan menuju perbaikan diri, selalu melihat ‘rumput tetangga lebih hijau’ sehingga kita sering tidak bersyukur dengan apa yang sedang kita peroleh dan jalani saat ini.

Jadi teringat ketika teman saya mengatakan “aku berhak tidak bahagia dengan kehidupan yang aku jalankan sekarang, tapi aku memilih untuk bahagia”.
Ada hak kita untuk bersedih, ada hak kita untuk selalu marah-marah, ada hak kita untuk bisa menyalahkan kondisi sekitar kita, ada hak kita untuk protes dengan segala aturan-aturan, ada hak kita untuk menyalahkan orang lain.

Tapi, mari kita merenung sejenak......................
Ketika kita memilih untuk bersikap dengan hak-hak tersebut.
Apakah yang bakal terjadi dengan episode kehidupan kita kedepannya?
Ya....terlalu sayang.
Karena masih ada pilihan lain, yaitu ketika kita memutuskan untuk mencintai apa-apa yang menjadi rangkaian alur kehidupan, dengan ragam senang-gembira-sedih, senyum-canda-tawa-sedih-sedu sedan, suka-duka, jatuh-bangun, alur datar-naik-turun.
Karena dengan pilihan untuk menghadapi hidup ini dengan sikap terbaik kita, maka buahnya akan kita rasakan sendiri.

Karena hidup bukan untuk disesali sehingga hanya keluh kesah yang selalu kita rasakan, duka menggunung yang selalu terlihat, bertubi-tubi kesulitan yang terlihat di depan mata.
Tapi hidup adalah manajemen kesyukuran kita untuk menikmatinya, sehingga menjadikan masalah sebagai proses pendewasaan, menjadikan kesulitan sebagai penggemblengan untuk menjadi pribadi yang tegar dan tahan banting, menjadikan kesabaran sebagai bekal untuk selalu berjuang.

Dan inilah yang membuat Hidup kita lebih hidup, membuat kita menemukan makna dan hakikat dari hidup ini.

Kuningan, 19 Desember 2009

1 komentar: